JAKARTA – Dalam sebuah diskusi publik yang diadakan di Kafe Kendal, Menteng, Jakarta Pusat, Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani menyoroti pentingnya perlindungan terhadap korban perdagangan manusia, khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT). Acara tersebut, diselenggarakan oleh Komunitas Literasi Nusantara (KLN) pada Minggu (25/6), mengusung tema “Solusi Jangka Panjang Perlindungan dan Penegakkan Hukum Terhadap Korban Human Trafficking di NTT.”
Benny Rhamdani mengungkapkan data terkini terkait korban TPPO.
“Per 23 Juni 2023, sebanyak 102.329 orang Indonesia telah dideportasi dari luar negeri, dengan 2.234 meninggal dan 3.531 sakit,” kata Benny, menambahkan bahwa sebagian besar korban adalah perempuan.
Selain Rhamdani, acara tersebut juga dihadiri oleh pengusaha dan penulis Fransiscus Go, serta penggiat media Maria Goreti Ana Kaka. Fransiscus Go, sebagai putra daerah NTT, menekankan perlunya mencari akar masalah TPPO, seperti pendidikan yang rendah, kemiskinan, dan kesulitan mencari pekerjaan.
“Jika negara dapat menjawab ketiga akar masalah ini, menjadi PMI tidak akan menjadi pilihan utama,” kata Frans.
Frans juga menyarankan solusi seperti peningkatan pendidikan, lapangan pekerjaan, pengetatan regulasi, dan optimalisasi teknologi informasi. Ia juga meminta pemerintah daerah NTT untuk mengedukasi warganya agar tidak tergiur menjadi PMI ilegal.
Maria Goreti Ana Kaka, yang akrab dipanggil Nana, menekankan peran media dalam menyebarkan informasi terkait TPPO.
“Pelaku perdagangan manusia sering menggunakan media sosial untuk menyasar korban, sehingga media juga harus aktif dalam memerangi mereka dengan strategi yang efektif,” ujarnya.
Diskusi ini menggarisbawahi perlunya tindakan bersama dalam memutus mata rantai perdagangan manusia. Melalui kesadaran kolektif dan kolaborasi antar stakeholder, diharapkan dapat tercipta solusi jangka panjang untuk perlindungan dan penegakan hukum terhadap korban human trafficking di NTT. (KENDAL1)
Sumber: kosadata.com