Skip to content

Fransiscus Go: UMKM dan Koperasi Mampu Dorong Penguatan Ekonomi di NTT

Facebook
WhatsApp
Twitter
Email
Print

JAKARTA – Di era sekarang ini, hidup tidak pernah bisa dilepaskan dari urusan ekonomi. Bahkan secara lugas, manusia pada hakikatnya adalah makhluk ekonomi (homo eoconomicus). Karena itu maka sendi-sendi hidup individu—demikian juga otomatis kelompok masyarakat—disokong oleh faktor-faktor ekonomi.

Hal itu diuangkapkan seorang akademisi, pebisnis, sekaligus pelopor dalam upaya pemberdayaan sosial asal Nusa Tenggara Timur (NTT), Ir. Fransiscus Go, SH dalam sebuah keterangan tertulis, Selasa (21/05).

Menurut Frans go (sapaan Fransiscus Go), geliat sosial masyarakat ditentukan oleh perputaran barang, jasa dan modal yang ada di wilayah tersebut. Hal ini berlaku pula untuk konteks Nusa Tenggara Timur (NTT) sebagai ranah hidup bagi 5,33 juta jiwa, atau 1,5 persen penduduk Indonesia.

“Tidak kurang potensi yang ada di NTT, baik modal alam maupun manusianya. Wilayah timur Indonesia ini dikelilingi oleh lautan dan selat dengan aneka hasilnya yang bisa dimanfaatkan. Tanaman produksi yang berkualitas unggul juga bisa tumbuh subur di NTT semisal vanila, cengkeh dan jagung. Estetika alam dan budaya juga tidak kurang kaya dan beragamnya di seantero wilayahnya,” kata Frans.

Flobamora (Flores, Sumba, Timor dan Alor)—demikian akronim termasyur dari empat pulau utama wilayah NTT—sesungguhnya ibarat permata indah dari timur yang selain dijaga, bisa juga dioptimalkan untuk menyejahterakan penduduknya.

Bukit Pelangi di Kelabba Madja Kabupaten Sabu Raijua, pasir pantai Oetune yang bak gurun Sahara, gugus Pulau Seribu Maumere bersama kekayaan biota lautnya, warisan budaya Maumere Kota Seribu Tenun Ikat di sanggar seni-budaya Bliran Sina dan Lepo Lorun, cakrawala di Bukit Liaga Kota Baru, kampung Wolobobo di atas awan, situs megalitikum Rumah Adat Bena dan masih banyak kekayaan lain untuk menyebutkan bahwa NTT merupakan surga yang menawan untuk didiami dan didatangi.

Akan tetapi dalam kenyataan, kata Frans, justru masih ada dilema dalam masyarakat tentang persoalan ekonomi dan kesejahteraan, sebuah potret yang kadang memprihatinkan. NTT masuk dalam lima besar provinsi dengan penduduk miskin terbanyak di tanah air.

“Dari skala nasional berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kemiskinan Indonesia per September 2022 tercatat 9,57 persen dari total jumlah penduduk. Angka ini meningkat dari posisi Maret 2022 yang hanya 9,54 persen. Artinya sebanyak 26,36 juta orang hidup di bawah garis kemiskinan,” ujarnya.

Dari sejumlah penduduk miskin di Indonesia tersebut, provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak keempat ada di Nusa Tenggara Timur. Per September 2022, angka kemiskinan di NTT tercatat 1.149.170 jiwa. Hal ini sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk yang dalam waktu 6 bulan, jumlah penduduk miskin di NTT naik 17.550 jiwa, dari periode Maret 2022 sebanyak 1.131.620 jiwa.

Sementara itu, ekonomi NTT tahun 2022 tumbuh sebesar 3,05 persen, terkesan lamban dan tidak signifikan. Perekonomian Nusa Tenggara Timur berdasarkan besaran Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2022 mencapai Rp118,72 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp72,70 triliun.

Menurut pengusaha kelahiran Kefamenanu itu, Data-data di atas cukup mudah dicari sebagai potret bahwa di balik keindahan dan potensi yang kaya di atas, masih ada kutub lain sebagai tegangan yang menanti untuk disiasati sebab kekayaan alam dan budaya merupakan satu hal, sedangkan kemiskinan adalah hal yang lain.

“Di sinilah terletak peran pemerintah sebagai agen yang ibarat wasit yang mengatur hilir mudik dan lalu lintas perekonomian sebagai kinerja pasar. Hal ini merupakan pengaturan, sehingga bergantung pada manusia, bukan yang alamiah,” tuturnya.

Nusa Tenggara Timur tidak kurang potensi untuk dikembangkan. Hal itu secara fundamental membutuhkan peran pemerintah untuk mengatur arus dan hilirisasi segala macam hasil yang bisa menyejahterakan masyarakat sehingga NTT keluar dari kemiskinan.

Ekonomi di daerah didesain sedemikian rupa sehingga menampung segala potensi yang ada. Untuk itu, sungguh-sungguh dibutuhkan kemampuan dari pemimpin untuk menciptakan strategi pasar sehingga terjadi perputaran uang di wilayah masing-masing desa, kecamatan dan kabupaten.

Arus lalu lintas ekonomi, aliran modal dan investasi serta peningkatan sumberdaya manusia hanya tercipta jika pemimpin daerah pandai menciptakan iklim yang sehat, kompetitif tetapi sekaligus juga humanis.

Untuk sampai kepada kenaikan kesejahteraan, ide-ide berikut kiranya bisa dikembangkan demi kemajuan NTT. Pertama, diadakan pemberdayaan ekonomi mikro, kecil, menengah guna menjaga stabilitas perputaran uang di daerah, dengan mengandalkan tingkat partisipasi pelaku ekonomi, dan pemanfaatan produk lokal sebesar-besarnya.

“Kedua, pemerintah daerah melalui sejumlah SKPD terkait, mendukung upaya pemberdayaan sesuai tupoksinya masing-masing. Hal ini berarti juga bahwa diperlukan pendampingan finansial, pendampingan produksi dan kemasan, pendampingan pemasaran dan seterusnya,” ujarnya.

Pemerintah daerah bisa melakukan kegiatan kemudahan regulasi dan evaluasinya guna memacu akselerasi peningkatan usaha UMKM daerah. Ketiga, diperlukan upaya-upaya dan terobosan kreatif untuk menciptakan produk unggul daerah sebagai wujud nyata keaktifan UMKM daerah tersebut.

Peran dari pemerintah daerah ialah memacu dan menciptakan sentra-sentra UMKM unggul utk dikembangkan lebih baik lagi. Dalam hal ini pemerintah daerah bisa melakukan kewenangan intervensinya. Keempat, UMKM digiatkan mulai dari level desa sebagai lingkup terkecil sekaligus ujung tombak.

Desa dipacu untuk menjadi desa mandiri yang giat dalam ekonomi. Penting sekiranya kepala desa dan jajarannya untuk melihat dan mengembangkan potensi di desa tersebut sehingga menjadi produk lokal unggulan, koperasi digiatkan kembali, koperasi benih dan pakan, pemberdayaan pemerintah desa, masyarakat diberi insentif berupa modal usaha, investor dari luar diajak untuk masuk berinvestasi secara adil.

“Itu semua diatur lalu lintas dan kelancarannya oleh pemimpin daerah. Maka dari itu tolak ukur sekaligus batu uji dari pemimpin daerah dan kebijakannya adalah seberapa efektif dan mumpuni arus ekonomi daerah tersebut dioptimalkan sehingga mendatangkan peningkatan ekonomi untuk masyarakat,” pungkasnya.

Berita Terkait

TERKINI