Oleh: Ir. Fransiscus Go, SH (diambil dari buku “Mengakhiri Era Tenaga Kerja Murah”)
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) mencatat, masih ada sekitar 80 juta orang tenaga kerja yang kurang kompeten. Artinya, hanya sekitar 20 juta orang yang kompeten. Ketua Forum Badan Koordinasi Sertifikasi Profesi (BKSP) se-Indonesia, Hertoto Basuki, seperti dikutip dari situs KADIN mengatakan, tahun 2014 adalah tahun darurat sertifikasi kompetensi profesi menjelang AEC. “Di Thailand, sejak lama sudah banyak dibuka kursus Bahasa Indonesia. Begitu seriusnya persiapan mereka.”
Oleh karena itu, menurut Basuki, semua pihak perlu mensosialisasikan 2014 sebagai tahun darurat sertifikasi kompetensi profesi. “Sepanjang industri itu belum masuk pada tuntutan persamaan SDM internasional, ya tidak masalah. Namun, jika sudah dituntut, konsekuensinya mereka harus mematuhi aturan yang disepakati internasional, terutama pada kompetensi SDM sesuai bidangnya,” lanjut Basuki.
Peningkatan kompetensi kerja sudah menjadi syarat wajib untuk mempertemukan kebutuhan dunia usaha/industri dengan kemampuan tenaga kerja. Kompetensi kerja mencakup pengetahuan, keterampilan, dan sikap.
Melalui kompetensi ini, tenaga kerja dapat memahami, menata, dan mengorganisasikan tugas atau pekerjaannya agar terlaksana sesuai yang diharapkan. Bila terjadi sesuatu yang berbeda dari rencana semula, mereka tahu bagaimana menggunakan kemampuan yang dimilikinya untuk memecahkan masalah dengan kondisi yang beraneka ragam. Tidak ada kata gagap, namun jika terjadi halangan solusi sudah digenggam.
Pembangunan kompetensi tenaga kerja yang kini mulai mendapat perhatian serius telah terbukti manjur menggerek efisiensi, efektivitas, produktivitas, serta jaminan mutu atas barang dan jasa yang dihasilkan. Kontribusi ini pada gilirannya akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial tenaga kerja, sebagaimana dinyatakan dalam Teori Produktivitas oleh Lembaga Produktivitas Nasional.
Teori itu menyebut, produktivitas tenaga kerja merupakan salah satu faktor input dalam ekonomi yang dapat memberikan nilai tambah ekonomi dan menyokong pertumbuhan ekonomi nasional. Tuntutan persaingan dan peningkatan kinerja industri untuk mencapai efisiensi dan persyaratan pasar akan jaminan mutu, hanya dapat dipenuhi oleh industri yang menggunakan tenaga kerja berkompeten.
Syukurlah, tuntutan penggunaan tenaga kerja kompeten dari industri mulai mendapatkan respons positif dari lembaga pendidikan dan pelatihan serta LSP. Kedua pihak mulai melakukan harmonisasi standar kompetensi antara sektor produksi/industri dengan sektor pendidikan. Bagaimana soal sertifikasi? Lembaga sertifikasi yang melibatkan dunia usaha/industri yang independen dan berlisensi perlu dibentuk secara merata di setiap sektor industri.
Lisensi ini nantinya akan menjadi standar yang akan memudahkan industri dalam proses perekrutan maupun pelatihan karyawan untuk meningkatkan kapasitasnya. Cara ini bakal menjamin adanya link and match antara pelatihan sepanjang hayat dalam industri, baik produk atau jasa dengan skema sertifikasi.
Selain itu, akan terbangun jalur latihan kerja dan pendidikan berbasis pada demand driven. Sertifikasi kompetensi juga mempermudah investor dalam memperkirakan waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk melatih tenaga kerja. Program pembangunan kompetensi selain bertujuan untuk meningkatkan penyerapan tenaga kerja kompeten di industri dalam negeri dan pasar global, juga meningkatkan perlindungan keselamatan, kesehatan, dan keamanan konsumen serta kelestarian fungsi ling kungan hidup.
Kegiatan pokoknya diarahkan untuk mendorong sekaligus memfasilitasi industri, perdagangan, dan berbagai aktivitas ekonomi untuk meningkatkan kualitas, produktivitas, dan efisiensi yang mencakup hal-hal berikut.
1) Pengembangan dan penerapan sistem serta skema sertifikasi kompetensi.
2) Pengembangan dan pelaksanaan lisensi LSP dan registrasi kelembagaan sertifikasi personil lainnya.
3) Harmonisasi dan rekognisi sertifikasi kompetensi kerja profesi,
4) Pembinaan kelembagaan sertifikasi dan pemasyarakatan sistem sertifikasi.
5) Pengendalian sistem dan penerapan sertifikasi profesi. Sasaran dari program-program di atas adalah terciptanya jejaring life long learning atau belajar sepanjang hayat oleh tenaga kerja industri.
Proses itu dilakukan dalam skema sertifikasi demi kompetensi daya saing profesi. Untuk itu, diperlukankan lembaga jejaring sertifikasi kompetensi yang terakreditasi dan mampu mencapai standar internasional.
Belajar sepanjang hayat adalah belajar terus dari buaian sampai menutup mata. Dalam konteks bekerja, belajar sejak mempersiapkan diri masuk dunia kerja, semasa berkecimpung, hingga pensiun tiba. Kompetensi akan terus ter-upgrade dalam proses itu. Dalam proses tersebut, koordinasi antarlembaga dengan instansi-instansi terkait, termasuk kemitraan dengan swasta mutlak diperlukan.
Pengembangan sistem untuk menyiapkan tenaga kerja berkualitas, pada dasarnya berpijak pada kebutuhan dunia usaha/industri. Sedangkan proses pendidikan dan pelatihan sebagai wahana untuk menyiapkan tenaga kerja, dilakukan melalui pendekatan pelatihan berbasis kompetensi. Dua hal ini akan membuat SDM dan industri menjadi klop.
Supaya klop, baik tenaga kerja, asosiasi industri, dan asosiasi profesi harus aktif menyelaraskan proses penciptaan tenaga kerja yang berkualitas sesuai kebutuhan pengguna. Selain itu, pemerintah harus melengkapi pemenuhan SDM berkualitas dengan beberapa langkah lain.
Di antaranya, regulasi, implementasi, dan evaluasi atas hasil capaian dari perluasan ruang lingkup kerja BNSP. Evaluasi dilakukan melalui pengukuran dan pemantauan secara berkelanjutan terhadap jumlah SKKNI yang diterbitkan Kemenakertrans dan jumlah LSP yang diakreditasi oleh BNSP. Rangkaian kegiatan yang dilakukan secara simultan ini, akan mendorong tenaga kerja Indonesia untuk memiliki sertifikat kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dunia usaha