BAJAGA
“Bajaga” hadir sebagai upaya yang sadar dari semua elemen untuk pertama-tama melihat celah-celah, bahaya – bahaya dan intrik perdagangan manusia. Kemudian setelah mensinyalir adanya potensi bahaya tersebut, Tim “Bajaga” RT. X atau RW. Y misalnya, melaporkan ke polisi dan minta penanganan. Untuk ini tentu diperlukan pelatihan-pelatihan inteligen juga.
Singkatnya, jika ingin serius memberantas kasus perdagangan manusia di NTT, semua elemen masyarakat mestinya dilibatkan. Penulis sebagai yang sangat prihatin sekaligus peduli dengan problem ini mengusulkan “Bajaga” sebagai langkah taktis dan strategis yang bisa diterapkan di seantero NTT. Dengan demikian hidup semakin baik dan tidak ada lagi orang yang termakan asupan jempol hingga akhirnya celaka karena kurang daya kritis dan sifat buruk agen – agen penyelundup tenaga kerja ilegal. Penulis: Fransiscus Go (Direktur Yayasan Felix Maria go (YFMG)
KEPEDULIAN TERHADAP KESELAMATAN MANUSIA BUKANLAH HANYA TUGAS INDIVIDU, TETAPI MERUPAKAN TANGGUNG JAWAB BERSAMA KITA SEBAGAI MASYARAKAT YANG PEDULI. – FRANSISCUS GO
Mekanisme “Bajaga” bisa dengan menghidupkan ronda atau seperti jaman dahulu Hansip-hansip yang memang bertugas untuk melindungi masyarakat kalau kalau ada orang luar yang datang dengan intrik-intrik perdagangan manusia. Mungkin orang-orang dalam program “Bajaga” ini bisa dipadankan dengan pecalang-pecalang di Bali.
Mereka bisa ditugaskan oleh ketua RT dan RW, atau bahkan diberikan SK khusus dari bupati atau gubernur, mengingat peran sentral mereka sebagai ujung tombak pengamanan. “Bajaga” bisa menjadi program Provinsi NTT yang serius hendak menghilangkan praktek perdagangan manusia. Lebih dari itu, program tersebut bisa dijadikan instruksi gubernur dan disosialisasikan ke tingkat yang paling rendah untuk dilaksanakan.
Ketika secara serempak dan massif dijalankan, “Bajaga” sudah bukan lagi program pemerintah melainkan kebanggaan masyarakat NTT dalam menunaikan kebaikan dan menjaga keselamatan, tanggungjawab semua orang. Di samping tentu saja pemerintah berupaya untuk meretas kemiskinan dengan terobosan-terobosan bidang ekonomi.
GAGASAN “BAJAGA” SEBAGAI LANGKAH MELAWAN PERDAGANGAN MANUSIA DI NTT. MELIBATKAN MASYARAKAT DALAM MENJAGA LINGKUNGAN DENGAN MEKANISME RONDA/PECALANG. FRANSISCUS GO (DIREKTUR YFMG) MENGAMBIL TINDAKAN NYATA DENGAN “BAJAGA”.
“Bajaga”
Ini istilah baru yang bisa penulis usulkan sebagai jalan untuk melawan praktek perdagangan manusia. “Bajaga” berasal dari dua kata, yakni “baku” dan “jaga”. “Baku jaga” berarti saling menjaga. Kiranya orang NTT akan segera tahu maksud dari “Bajaga” ini. Saling menjaga menjadi kesadaran yang penting dalam hidup bersama di masyarakat. Selain dalam kesadaran, saling enjaga tersebut bisa diwujudnyatakan dalam tindakan bahkan diragakan secara institusional.
Maksudnya ialah berhadapan dengan praktek terselubung perdagangan manusia, peran serta yang diharapkan bukan hanya datang dari pemerintah atau aparat penegak hukum. Juga tidak bisa jika menunggu ketika ada kasus baru diusut, sementara korban sudah berjatuhan. “Bajaga” memaksudkan fungsi saling menjaga sesama warga masyarakat, utamanya terkait bahaya human trafficking yang ada di lingkungan sekitar. Mulai dari lingkup yang kecil di RT dan RW misalnya. “Bajaga” ialah program 24 jam untuk mengawasi dan memastikan keamanan, juga orang keluar masuk lingkungan.
SALING MENJAGA MENJADI KESADARAN PENTING DALAM HIDUP BERSAMA DI MASYARAKAT. ‘BAJAGA’ MEWAKILI UPAYA KOLEKTIF MELAWAN PERDAGANGAN MANUSIA DENGAN MELIBATKAN SEMUA ELEMEN MASYARAKAT, DARI TINGKAT RT HINGGA INSTITUSIONAL.