Skip to content
Paradigma Pertanian Modern Menanti Minat Pemuda

Paradigma Pertanian Modern Menanti Minat Pemuda

oleh: Ir. Fransiscus Go, S.H

Penduduk Indonesia dengan jumlah petani (data BPS 2023, petani pengguna lahan 27.799.280, dan gurem 17.248.181) terbilang cukup tinggi. Namun, Indonesia belum bisa mencerminkan dirinya sebagai negara dengan potensi pertanian yang besar. Pasalnya, sektor pertanian masih menghadapi banyak persoalan dan tantangan yang serius.

Misalnya, Indonesia sampai hari ini masih mengimpor banyak produk pertanian, termasuk beras yang merupakan bahan pokok. Padahal, sektor pertanian merupakan benteng ketahanan nasional. Sebagai benteng ketahanan nasional, sudah sepatutnya sektor pertanian Indonesia perlu mendapat perhatian serius.

Perhatian Serius

Sebagai sebuah negara, Indonesia memiliki alam dan tanah yang subur, sehingga sangat layak menjadi produsen pertanian. Namun, realitanya Indonesia justru masih menjadi pengimpor beberapa sektor pertanian utama dalam jumlah yang sangat besar.

Misalnya, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), selama lima tahun terakhir, impor beras Indonesia terbanyak tahun 2023. Adapun negara asal impor beras Indonesia yakni, Vietnam, Myanmar dan Pakistan.

Tahun 2023, Indonesia mengimpor beras dari Thailand sekira 1,38 juta ton atau sekira 45,12% dari total impor Indonesia. Ironi memang, mengingat Indonesia di masa lalu pernah menjadi negara pengekspor beras.
Kenyataan di atas tampak kontradiktif dengan realitas kondisi lahan pertanian kita yang luasnya cukup menjanjinkan.

Pada periode Januari – Mei 2023, Kementerian Pertanian mencatat luas lahan baku sawah (LBS) di Indonesia sebesar 7,46 juta hektare, dengan luas tanam 3,65 juta hektare, dan luas panen 4,41 juta hektare.

Total luas panen padi di Indonesia pada tahun 2023 mencapai sekira 10,21 juta hektare, yang menghasilkan produksi beras sebanyak 31,10 juta ton untuk konsumsi pangan penduduk. Angka yang masih sangat menjanjikan untuk dikelola secara sungguh – sungguh.

Mengingat, sektor pertanian merupakan bagian dari ketahanan nasional yang potensi ekonominya cukup menjanjikan, maka tidak ada alasan selain perhatian pada sektor ini harus lebih serius.

Ketidak-hadiran Anak Muda

Dalam pandangan penulis, salah satu masalah utama penyebab mundurnya sektor pertanian di Indonesia, adalah kurangnya minat anak-anak muda untuk menggeluti pekerjaan di sektor tersebut. Hal ini dikarenakan sektor pertanian (di Indonesia), dianggap sebagai pekerjaan yang tidak dapat mendatangkan kemakmuran, melelahkan dan kuno.

Selain itu, mahalnya ongkos pertanian (obat-obat hama dan perawatan tanaman) tidak sebanding dengan harga hasil panen. Jangankan membicarakan keuntungan, untuk balik modal pun sangat sulit dilakukan para petani. Faktor inilah salah satunya yang menyebabkan banyak anak muda Indonesia tidak tertarik untuk menggeluti pekerjaan “miskin” ini.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023 terdapat 29,36 juta unit usaha pertanian perorangan di Indonesia. Dari jumlah tersebut, mayoritas usaha pertanian dikelola oleh petani berusia 43-58 tahun (generasi X), yang mencakup 42,39% dari total petani yang terdata.

Kemudian, petani dari generasi baby boomer (59-77 tahun) sebanyak 27,61%, diikuti oleh milenial (27-42 tahun) yang mencapai 25,61%. Petani pre-boomer (lebih dari 78 tahun) yang masih aktif bertani sebanyak 2,24%, sedangkan petani dari generasi Z (11-26 tahun) memiliki proporsi paling sedikit, yaitu hanya 2,14%. Data di atas menunjukkan, terdapat ketimpangan komposisi petani di Tanah Air. Secara statistic, jumlah petani muda (generasi millenial dan Z) masih jauh dari generasi terdahulu.

Mengubah Paradigma

Dengan menyadari berbagai masalah pertanian di Indonesia, Jepang dapat dijadikan sebagai contoh “sukses” bagi Indonesia untuk mengembangkan sektor pertanian. Jepang tampak serius dalam mengelola sektor ini. Misalnya, agar sektor pertanian mereka menjadi kuat, maka pemerintah Jepang memberikan insentif cukup besar.

Tidak hanya itu, kesan bahwa bekerja sebagai petani tidak akan membawa kemakmuran, juga dinetralisir dengan mengembangkan sistem pertanian modern. Mulai dari pola bertani, peralatan, pengemasan, sampai distribusi ke pasar.

Misalnya, sistem penanaman pohon dan pertanian Jepang yang mengalami perkembangan sangat signifikan yang kemudian dipahami sebagai vertikultur. Beberapa sekolah di Indonesia pada dasarnya juga sudah mengembangkan sistem seperti ini karena menghemat tempat dan biaya. Perawatannya pun cukup hemat jika dibandingkan dengan menanam langsung di tanah yang tidak diketahui tingkat keasamannya.

Vertikultur sendiri adalah sistem budidaya pertanian yang dilakukan secara bertingkat, baik di dalam ruangan maupun di luar ruangan. Biasanya, teknik ini memanfaatkan bangunan atau wadah khusus yang disesuaikan dengan kondisi tempat dan preferensi individu. Sistem ini memungkinkan penanaman tanaman secara vertikal, yang efisien dalam memanfaatkan ruang dan dapat diterapkan di berbagai jenis lingkungan.

Wilayah di Indonesia yang perlu diperhatikan sektor pertaniannya, adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Sekira 70% wilayah Nusa Tenggara Timur adalah lahan kering, sehingga perlu inovasi yang tinggi untuk menumbuhkan sektor pertanian di wilayah ini. Salah satu cara yang dapat dilakukan masyarakatnya adalah menggunakan metode hortikultura. Cara ini dianggap mampu menjaga ketahanan ekonomi keluarga.

Hortikultura adalah praktik budidaya tanaman kebun yang mencakup berbagai teknik modern untuk memaksimalkan hasil dan kualitas tanaman.

Secara lebih luas, hortikultura melibatkan berbagai proses mulai dari pembenihan, pembibitan, kultur jaringan, produksi berbagai komoditas tanaman, pengendalian hama dan penyakit, hingga proses pemanenan, pengemasan, dan distribusi massal.

Konsep ini mencakup berbagai tujuan, seperti pemenuhan kebutuhan pangan dan obat-obatan, termasuk memenuhi kebutuhan estetika seperti tanaman hias. Dengan pendeketan seperti ini, holtikultura dapat menghasilkan tanaman berkualitas tinggi dan efisien dalam memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Anak muda, boleh kita coba, bukan? (*)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *