Oleh: Ir. Fransiscus Go (diambil dari buku Mengakhiri Era Tenaga Kerja Murah)
Di tengah dilema konsekuensi globalisasi antara melindungi kepentingan warga serta keharusan mempertahankan iklim investasi, terbersit harapan akan tangan-tangan manusia Indonesia yang berkualitas.
Hal itu tercermin dari kualifikasi tenaga kerja Indonesia yang cerdas dan handal serta kompeten, diharapkan Indonesia dapat menghasilkan produk-produk nasional dan jasa-jasa unggul yang siap bersaing di pasar dunia.
Dengan modal tenaga kerja berkualitas, diyakini bangsa Indonesia mampu secara mandiri menggerakkan roda pembangunan nasional di berbagai sektor, dengan berpartisipasi dalam lingkungan pemerintahan, swasta, badan-badan usaha dan kelembagaan, serta dunia usaha/industri.
Tenaga kerja Indonesia diharapkan dapat menghasilkan produk dan jasa berkualitas dalam negeri, bersaing secara sehat dan kompetitif dengan tenaga kerja asing di perusahaan-perusahaan multinasional, serta mampu berlaga di luar negeri.
Namun, kondisi ketenagakerjaan di Indonesia saat ini sebagaimana telah diulas, dapat dikatakan cukup memprihatinkan. Belum sepenuhnya siap menyongsong pasar bebas ASEAN (AEC) 2015 dan sejumlah komitmen-komitmen global lainnya di masa datang.
Upaya nyata dalam pemberdayaan dan pengelolaan tenaga kerja adalah syarat wajib yang harus dilakukan, sebelum hajatan 2015 dimulai. Khusus menyangkut peran serta tenaga kerja Indonesia dalam menggerakkan roda dunia usaha, konsep tenaga kerja murah sudah tidak relevan lagi.
Sudah harus tamat. Saatnya memberikan peluang bagi Agus, Aida, dan para buruh lainnya mendapatkan hak yang lebih layak, lebih seimbang kerja keras mereka untuk membantu menumpuk pundi-pundi perusahaan multinasional.
“Saya tetap tidak berharap bisa membeli sepatu Adidas atau kaos Nike, apalagi beli kostum Timnas Inggris. Cukup buat nyekolahin anak dan kasih mereka rekreasi ala kadarnya bila upah naik,” harap Mulyati saat menuntut kenaikan upah.
“Anakku itu idolanya Wayne Rooney dan Lionel Messi. Dia pasti senang kalau tahu bapaknya salah satu dari sekian ribu orang yang menjahit pakaian untuk mereka. Kalau dia minta ya tinggal dibelikan emaknya yang palsu-palsu dipinggir jalan, 20 ribuan,” kali ini Hasan yang berbicara. Ia juga bekerja di salah satu perusahaan garmen multinasional.
“Jadi, tidak muluk-muluklah, cukup untuk hidup layaknya keluarga di kota besar, bisa bayar angkot, bayar sekolah anak, dan nonton piala dunia di TV tanpa harus mikir utang sembako,”lanjut bapak dua anak itu. Perlu suatu konsepsi dalam menyiapkan dan menata tenaga kerja yang saling terkait secara integral dan komprehensif.
Langkah itu dimulai dari standarisasi kelulusan pendidikan, standardisasi kerja, peningkatan kompetensi, sertifikasi kompetensi secara nasional maupun internasional, sebagai parameter dan daya pacu bagi tenaga kerja Indonesia untuk bersaing di pasar internasional. Seiring sejalan dengan itu, iklim ketenagakerjaan yang kondusif harus dibangun.
Ketersediaan tenaga kerja berkualitas harus dibarengi dengan pasar kerja yang kondusif dan menghargai kualitas tenaga kerja. Sarana dan prasarana pelatihan kerja yang memadai harus segera hadir penuh. Dan yang paling utama, sistem upah yang mengapresiasi tenaga kerja berkualitas dan kebijakan yang mengedepankan tenaga kerja Indonesia sebagai aset utama, mutak dilakukan. Sebagai pengimbang, tenaga kerja akan menggenjot etos kerja dan disiplin kerja yang tinggi.
Semua itu lantas disusun dalam konsep kebijakan dan strategi yang tepat di sektor ketenagakerjaan, dengan terlebih dahulu menghapus bersih-bersih kebijakan usang tenaga kerja murah harus diakhiri. Berikutnya akan hadir kebijakan peningkatan kualitas tenaga kerja!