Skip to content

Frans Go: Merespon Tragedi Pekerja Migran NTT dengan Program “Bajaga”

Facebook
WhatsApp
Twitter
Email
Print

Ir. Fransiscus Go, SH, CEO GMT Institute Jakarta dan Direktur Yayasan Felix Maria Go (YFMG) menunjukkan kepeduliannya terhadap nasib para pekerja migran Nusa Tenggara Timur (NTT) yang disebut tak manusiawi dalam laporan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Kupang. Menurut laporan tersebut, sebanyak 143 Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari NTT yang terkategori ilegal meninggal dunia di luar negeri pada tahun 2023.

Fransiscus Go, yang memiliki kedekatan emosional dengan daerah asalnya, Timor, merasa tergerak untuk bertindak. Sebagai seorang pebisnis yang aktif di Jakarta, ia mengungkapkan awal perhatiannya terhadap isu ketenagakerjaan, khususnya terkait PMI saat ia terlibat di KADIN Pusat. Bersama berbagai pihak, mereka membahas penanganan terhadap Tenaga Kerja Pekerja Migran (TPPO), mengingat masalah yang sering terjadi pada penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri, termasuk dari NTT.

Frans Go menawarkan program “Bajaga” sebagai solusi atas masalah ini. “Bajaga” merupakan inisiatif yang mengajak masyarakat untuk saling menjaga satu sama lain, terutama dalam situasi di mana masyarakat terfragmentasi dan kesenjangan sosial semakin meningkat. Program ini dianggap sebagai panggilan untuk kembali pada nilai-nilai sensitivitas dan solidaritas di tengah-tengah tantangan zaman saat ini dalam segi pengetahuan, etika, dan praktik.

Menurut Frans Go, “Bajaga” memiliki prinsip sederhana namun substansial. Ia berkomitmen menjaga tiga aspek utama: budaya, warga, dan ketertiban di NTT. Pertama, menjaga budaya berarti memahami jiwa masyarakat NTT yang merangkum berbagai aspek kehidupan mereka, mulai dari ekonomi, sosial, politik, hingga kebiasaan sehari-hari yang tercermin dalam adat istiadat dan tradisi lokal.

Kedua, menjaga warga berarti memperhatikan keputusan berisiko yang diambil banyak orang dalam menghadapi tantangan zaman, seperti menjadi pekerja ilegal. Frans Go melihat perlunya perbaikan dan kesadaran lebih dalam masyarakat NTT terhadap masalah ini.

Ketiga, menjaga ketertiban artinya menjadi garda terdepan dalam melindungi NTT dari berbagai ancaman, termasuk human trafficking. Frans Go meyakini bahwa pencegahan kemiskinan akan mengurangi dorongan masyarakat untuk mencari peruntungan dengan cara yang merugikan.

Meskipun “Bajaga” saat ini merupakan gerakan masyarakat untuk masyarakat, Frans Go berharap agar di masa depan, ini dapat menjadi gerakan yang terintegrasikan dengan pemerintahan atau menjadi yayasan independen yang tetap berjuang demi kemajuan NTT. Dengan semangat solidaritas dan kesadaran, “Bajaga” diharapkan dapat menjadi bagian penting dalam memperjuangkan kemajuan daerah tersebut. Frans Go menutup pembicaraannya dengan semangat, “Mari Katong Baku Jaga.” (KENDAL1)

Berita Terkait

TERKINI