Skip to content

Frans Go Soroti Potensi Ekonomi Mikro NTT Melalui Tenun Ikat: Langkah Strategis Hadapi Krisis Global

Facebook
WhatsApp
Twitter
Email
Print

Pada Hari Batik Nasional, Senin, 2 Oktober 2023, kain tenun di NTT menjadi representasi khas daerah, dengan sejumlah lembaga, termasuk Pemprov NTT, perbankan, dan sekolah, mewajibkan penggunaan tenun pada hari-hari tertentu oleh pegawai, karyawan, dan siswa mereka. Langkah ini disambut baik oleh UMKM tenun ikat NTT karena dianggap dapat memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian, terutama bagi pengrajin tenun di daerah tersebut.

Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global dan nasional, pemerintah daerah perlu mencari inovasi agar sektor ekonomi kecil dan mikro dapat tetap bertahan. Dalam konteks ini, Fransiscus Go, CEO GMT Institute Jakarta, memberikan apresiasi terhadap upaya Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Kalake, yang mewajibkan ASN Pemprov NTT menggunakan tenun ikat NTT. Frans Go menilai langkah ini sebagai bukti keberpihakan pada usaha kecil dan menengah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi mikro di NTT.

Frans Go, yang memiliki perhatian khusus pada ekonomi, pendidikan, ketenagakerjaan, dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), menekankan bahwa tenun NTT bukan hanya sekadar benang yang dirajut menjadi kain. Ia melihatnya sebagai cerminan dari kearifan lokal, kekayaan, dan tradisi masyarakat NTT. Oleh karena itu, menurut Frans Go, memberdayakan pengrajin tenun ikat NTT adalah langkah konkret yang harus didukung untuk melawan dampak krisis yang melanda negara-negara di seluruh dunia.

Frans Go menyoroti tantangan ekonomi global dan nasional yang diperkirakan akan berlanjut hingga tahun 2024. Ia menunjukkan kekhawatirannya terhadap minimnya pertumbuhan industri yang mampu menyerap tenaga kerja. Untuk itu, ia mengusulkan “obat” dengan cara memberdayakan ekonomi kecil dan mikro agar dapat bertahan di tengah badai krisis, dengan memastikan perputaran uang di masyarakat terus terjaga. Frans Go menekankan pentingnya mendukung produk lokal, mengurangi ketergantungan pada impor, dan mengkampanyekan penggunaan produk pangan alternatif.

Berita Terkait

TERKINI