Skip to content

Dengan Kolaborasi, Frans Go Optimis Mampu Naikkan Partisipasi Pendidikan di NTT

Facebook
WhatsApp
Twitter
Email
Print

Kupang – Pengusaha asal Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Fransiscus Go mengungkapkan keprihatinannya terhadap rendahnya tingkat partisipasi pendidikan di NTT.

Hal itu disampaikan Fransiscus Go saat diundang untuk berbincang-bincang di acara Podcast Pos Kupang dengan tema “NTT Maju: Peluang dan Tantangan pada Jumat (08/03/2024)

Frans Go mengatakan, persoalan pendidikan belum mengalami kemajuan yang signifikan, hal itu terlihat dari masih tingginya angka berhenti sekolah. Artinya siswa setara SMP yang tiga tahun lalu menamatkan jenjang Sekolah Menengah Pertama tidak melanjut ke jenjang Sekolah Menengah Atas atau pun kuliah.

“Saya melihat pendidikan belum ada perubahan yang drastis karena menurut data BPS angka partisipasi pendidikan di NTT masih rendah dalam artian bahwa lulusan atau tidak lulus SMP masih menguasai dibanding lulusan sma ataupun kuliah,” kata Frans Go.

Menurut Alumnus SMAN 1 Kupang 1987 itu, kondisi pendidikan yang didominasi oleh lulusan SMP menandakan bahwa perbaikan pendidikan di NTT harus menjadi prioritas utama dalam agenda pembangunan daerah.

“Siapapun kita yang disebut stakeholder, baik itu dosen atau Aparatur Sipil Negara maupun pengusaha harus berjuang bersama untuk mengatasi masalah ini,” ujarnya.

Ia menekankan perlunya langkah-langkah konkrit untuk meningkatkan akses pendidikan serta memperbaiki mutu pendidikan di NTT, sehingga terjadi peningkatan.

“Pemerintah daerah, bersama dengan semua stakeholder, perlu bekerja sama untuk mengidentifikasi akar masalah dan merancang solusi yang tepat guna meningkatkan partisipasi pendidikan di tingkat yang lebih tinggi,” tambahnya.

Selain itu, Frans Go juga menilai bahwa pola pikir orang tua yang menganggap bahwa anak tidak harus bersekolah tinggi menjadi salah satu faktor yang membuat tingkat partisipasi pendidikan di NTT masih sangat rendah.

“Ada faktor mungkin ekonomi. Faktor ekonomi bukan hanya tidak mampu membiayai anaknya ke jenjang SMA dan kuliah. Tapi orang tua merasa bahwa anak harus membantu orang tua di kebun, dan anak tidak usah sekolah terlalu tinggi. Nah ini wawasan orang berpikir orang tua ini yang harus kita pangkas,” tandasnya.

Untuk itu, Frans Go mengajak seluruh stakeholder untuk bergotong-royong mengentaskan masalah ini. “Peran serta perangkat desa, ASN harus menjadi PR buat kita semua, dimana lima tahun ke depan kita harus mengurangi itu. Karena saya percaya dengan coba kita naikkan angka partisipasi pendidikan pasti dia bisa menolong kembali keluarganya,” tutupnya. (KENDAL1)

Berita Terkait

TERKINI